Berita Jepang dan Indonesia Terkini
Berita  

Setelah 11 Tahun Tutup, Museum Rikuzentakata Kembali Dibuka

Ilustrasi museum (foto : pexels.com)

halojapin.com. Museum Rikuzentakata, di Prefektur Iwate dibuka kembaIi untuk umum. Museum tersebut sempat hancur karena tsunami yang melanda kota tersebut 2011 lalu. Bangunan museum ini sekarang telah ditinggikan hingga 10 meter.


Sebelum direnovasi, museum ini penuh dengan lumpur. Dengan bantuan para ahli museum ini berhasil dipulihkan dan beroperasi kembali pada 5 November lalu. Terdapat juga fasilitas komersial yang membuat pengunjung betah. Disebutkan bahwa 90 persen koleksi museum dapat dipulihkan kembali.

Gempa bumi besar di Jepang Timur yang berkekuatan 9,0 pada 11 Maret 2011 telah merendam museum hingga langit-langit lantai dua. Bahkan keenam staf museum tersebut meninggal dunia. Ada 230.000 item terendam air laut dan lumpur.


Pembangunan kembali museum dua lantai dengan atap hitam besar selesai pada Juli 2021. Proyek rekonstruksi museum dimulai pada April 2011 setelah satu bulan setelah bencana terjadi. Dengan bantuan dari para ahli di Museum Nasional Tokyo dan lembaga lain, restorasi terus dilakukan dengan menghilangkan garam dan kotoran. Sebagian koleksi yang ada di museum tersebut ada yang di museum lainnya di Jepang.

Terdapat sekitar 560.000 benda yang disimpan di museum dan 460.000 benda berhasil diselamatkan. Sekitar 300.000 item telah dipulihkan sepenuhnya. Saat ini sedang dilakukan pekerjaan restorasi pada 160.000 item yang tersisa berlanjut.

Museum Rikuzentakata hancur total akibat tsunami akibat gempa bumi, dan dibangun kembali di pusat kota dengan menyatu dengan Museum Laut dan Kerang, yang juga rusak. Museum baru ini memiliki dua lantai dan total luas lantai kurang lebih 2.800 meter persegi. Di tengah museum terdaat boneka paus dengan panjang total 9,7 meter.

Museum ini juga menampilkan penanda batu bertuliskan pelajaran dari bencana tsunami masa lalu yang ditemukan di pantai Sanriku timur laut Jepang di sepanjang Samudra Pasifik. Ketua kurator Masaru Kumagai, 56, mengatakan, “Kami ingin mengungkap fakta sejarah, termasuk bencana gempa dan tsunami, untuk generasi mendatang.” ***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *