Berita Jepang dan Indonesia Terkini

Mitsuo Nakamura Peneliti Jepang yang Dikira Kiai

Penelitia Jepang Mitsuo Nakamura ( foto dok. nu.or.id)

HALO JAPIN. Mitsuo Nakamura dikenal sebagai seorang peneliti tentang perkembangan Islam di Indonesia. Serangkaian penelitian dan karyanya tentang islam Indonesia telah diterbitkan dan dijadikan referensi bagi para peneliti tentang Islam di Asia Tenggara khususnya Indonesia.


Ada kisah unik tentang intelektual Jepang ini. Saat Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) ke-26 di Semarang tahun1979, Nakamura datang sebagai pengamat atas undangan Gus Dur. Saat Komisi bahtsul masail untuk para kiai dilaksanakan di Masjid Baiturrahman, dirinya datang dan ingin mengikuti sidang. Karena penampilan Nakamura halus dan “nJawani”, begitu masuk ruang bahtsul masail itu, beberapa kiai menyambut dengan hangat dan bersalaman.

Satu kiai salaman dengan Nakamura, kiai-kiai lain dan para penggembira pun ikut salaman. Ada di antara mereka yang malah mencium tangan Nakamura. Hal ini yang membuat Nakamura menjadi terbengong-bengong. Kemudian ia kepada panitia yang mengantarkannya.

“Apa semua orang diperlakukan seperti itu?,” tanya Nakamura

“Tidak. Ciuman tangan itu hanya untuk kiai,” jawab panitia

“Lho, saya kan bukan kiai?” ujar Nakamura.

“Bapak dikira utusan Syuriyah NU cabang Tokyo,” kata panitia muktamar.

Itulah sosok Mitsuo Nakamura. Ia lahir dari keluarga Jepang beragama Kristen pada 19 Oktober 1933 di Dalian, sebuah kota di bagian Timur Laut Manchuria. Perkenalannya dengan Indonesia diawali saat ia bertemu profesor Selo Sumardjan, sosiolog kenamaan asal Indonesia,dalam seminar internasional tentang “Class Formation” yang diadakan oleh Chie Nakane, dosen pembimbing Mitsuo pada saat itu, di Tokyo, Jepang.


Setelah menyelesaikan pendidikan S1 di bidang loso Barat (1960) dan S2 dalam bidang antopologi (1965) di Tokyo Daigaku (Univesitas Tokyo), Nakamura melanjutkan ke Cornell University, AS, dan kembali mendapatkan gelar S2 di bidang antropologi, serta juga PhD (S3).

Para tahun 1974 hingga 1975 menetap d Australia dan mengajar di University of Adelaide. Setelah itu direkrut oleh Profesor Selo Seomardjan dari Universitas Indonesia untuk bergabung dengan Pusat Latihan Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial (PLPIIS) sebagai peneliti rekanan untuk daerah Jakarta, yang terikat pada Fakultas Ilmu Sosial UI.

Mitsuo kembali ke Australia menjadi peneliti rekanan sementara di Research School of Paci c Studies, Australian National University (ANU) tahun 1978-1980). Ketika bertemu dengan Profesor William Graham dari Harvard University di ANU, ia diajak untuk bergabung dengan Pusat Pembelajaran Agama-agama Dunia (Center for Study of World Religions) Harvard sebagai pelajar tamudari tahun 1981 hingga 1982.

Saat di Harvard, Nakamura menyelesaikan revisi disertasi doktoralnya yang kemudian menjadi buku masterpiecenya berjudul, The Crescent Arises Over the Banyan Tree: A Study of the Muhammadiyah Movement in a Central Javanese Town. Buku ini kemudian diterbitkan oleh Penerbit Universitas Gadjah Mada pada tahun 1983 berjudul Bulan Sabit Terbit dari Balik Pohon Beringin: Studi Tentang Pergerakan Muhammadiyah di Kotagede Yogyakarta.

Pada tahun 1983 memperoleh gelar profesor dan mengajar antropologi di Chiba Daigaku, Jepang. Bersama dengan istrinya, Hisako kemudian mendirikan Study Group on Islam in Southeast Asia (Kelompok Belajar tentang Islam di Asia Tenggara). Melalui institusi tersebut banyak tokoh Islam Indonesia yang diundang seperti Gus Dur, Munawir Sjadzali, Nurcholish Madjid (Cak Nur) hingga Ahmad Sya ’i Ma’arif. Selain itu lembaga ini juga mendorong para peneliti dan mahasiswa untuk meneliti tentang Islam dan komunitas Islam di Indonesia. ***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *