Berita Jepang dan Indonesia Terkini
Budaya  

Setelah Berjalan 10 Abad Festival Somin Sai Akan Berakhir Pada Tahun 2024

Lam[ion yang dibawa peserta festival Somin Sai ( Foto iwate-ilc.jp)

Salah satu festival tradisional unik di Jepang yaitu festival Somin Sai akan berakhir pada tahun 2024 mendatang. Salah satunya adalah tidak ada regenerasi dalam pelaksanaan acara ini.

halojapin.com. Salah satu festival tradisional unik di Jepang yaitu festival Somin Sai akan berakhir pada tahun 2024 mendatang. Acara yang telah berlangsung lebih dari 10 abad ini tidak akan ada lagi karena beberapa faktor. Salah satunya adalah tidak ada regenerasi dalam pelaksanaan acara ini.

Acara yang bertempat di kuil Kokuseki-ji di Oshu, Prefektur Iwate, Jepang ini termasuk dalam 3 Festival yang “aneh” menurut sebagian besar orang. Tujuan Somin Sai adalah untuk memperolah hasil panen yang baik walaupun dengan cara yang aneh.

Melansir dari laman tohokukanko.jp acara festival mulai pukul 22.00 malam. Para pria telanjang pertama-tama berkumpul di depan kantor kuil ketika bel memberi isyarat kepada mereka. Mereka membersihkan tubuh mereka di Sungai Ruritsubo (Sungai Yamauchi) sambil meneriakkan “Jasso Joyasa,” dan kemudian memulai dengan “Hadaka Mairi” (kunjungan kuil telanjang) dengan mengunjungi Yakushi-do dan Myoken-do. Mereka berdoa agar panen melimpah dan kesehatan yang baik.

Setelah itu, ritual yang populer dengan nama Hitaki Nobori, Betto Nobori, Onigo Nobori, dan pertarungan Somin-Bukuro Sodatsusen diadakan dan berlanjut hingga fajar. Somin-Bukuro Sodatsusen di bagian akhir adalah perkelahian riuh yang berlangsung hampir tiga jam hingga jam 7 pagi.

Somin Sai Setelah Hiatus

Kemudian para peserta akan saling mendorong untuk meraih somin bukuro atau kantong suci. Menurut kepercayaan mereka somin buro dapay memberikan kesehatan dan kebahagiaan sepanjang tahun. Festival cukup populer di daerah Jepang Utara, tepatnya di di wilayah Tohoku. Pelaksanaan Festival Somin Sai biasanya pada bulan Februari saat Jepang memasuki musim dingin.

“Penuaan orang-orang yang terlibat dan kurangnya operator membuat festival ini sulit untuk mempertahankannya,” Ujar Daigo Fujinami, 41, kepala pendeta kuil Kokuseki-ji di Oshu, Prefektur Iwate kepada laman mainichi.com.

Setelah hiatus karena pandemi CIVID 19, acara tersebut kembali diadakan tahun ini. Salah satu ritualnya adalah “hadaka-mairi” atau pemujaan telanjang. Dalam ritual ini peserta mandi air dan berkeliling di aula kuil.

Menurut penyelenggara festival, pada penyelenggaraan terakhir nanti, waktunya akan dipersingkat. Acara “hitaki-nobori” atau memanjat api unggun yaitu para pria memanjat tumpukan dahan pinus tidak akan ada . Namun perebutan somin-bukuro akan ada untuk pertama kalinya dalam empat tahun absen.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *