Berita Jepang dan Indonesia Terkini
Berita  

Surat John Lennon dan Yoko Ono Tentang Film Dokumenter Bom Atom

halojapin.com. Sebuah surat pernah ditulis musisi Beatles John Lennon dan istrinya Yoko Ono kepada Perdana Menteri Jepang Eisaku Sato pada tahun 1969. Surat tersebut berisi permintaan agar film dokumenter berjudul Effects of the Atomic Bombs on Hiroshima and Nagasaki yang belum diedit dirilis di luar Jepang.


Dalam surat tersebut ditulis, “Mengingat situasi dunia yang tidak pasti, kami merasa sangat penting untuk menunjukkan versi film di atas yang belum dipotong ke seluruh dunia,” seperti dilihat di laman Kyodo News.


“Kami merasa waktunya sangat mendesak, dan merupakan tanggung jawab rakyat Jepang untuk menunjukkan kepada seluruh dunia kekejaman yang sebenarnya terjadi di Hiroshima dan Nagasaki dengan harapan tidak akan pernah terulang lagi. Tolong beri kami izin untuk menayangkan film tersebut di luar Jepang,” lanjutnya mengakhiri surat bertanggal 17 Desember 196 bersama gambar kartun mereka.

Menurut catatan publik di arsip diplomatik Kementerian Luar Negeri, Ono menelepon dari London pada 6 Desember 1969, untuk meminta izin pemerintah Jepang untuk menayangkan versi lengkap film tersebut, bukan yang telah diedit. Tetapi dia diberitahu bahwa film tersebut tidak dapat ditayangkan di luar negeri.
Sekretaris Sato menyiapkan tanggapan pada Januari 1970 yang mengatakan itu bertentangan dengan kebijakan pemerintah, menurut catatan arsip, tetapi tidak diketahui apakah itu dikirim. Pemerintah Jepang mengambil duplikat film berdurasi tiga jam dari Amerika Serikat setelah beberapa putaran negosiasi yang sulit.


Film Effects of the Atomic Bombs on Hiroshima and Nagasaki merupakan film dokumenter ilmiah sebulan setelah pengeboman tahun 1945. Namun film aslinya kemudian diambil alih oleh Amerika Serikat. Pada tahun 1967 film tersebut dikembalikan ke Jepang tetapi berubah menjadi versi yang telah diedit.

Dokumentasi film tersebut dipotong untuk menghormati para korban bom atom dan diputar di Jepang pada tahun 1968. Kritikus, yang paling disuarakan oleh gerakan “tanpa sensor”, mengatakan bahwa pengeditan tersebut membuat penonton tidak dapat memahami tragedi tersebut sepenuhnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *