Berita Jepang dan Indonesia Terkini
Berita  

Survei Menyebutkan Harga 10.000 Item Makanan di Jepang Akan Naik

Toko di Jepang. (Foto dok. www.piqsels.com)

HALO JAPIN. Sebuah survei di Jepang menyebutkan lebih dari 10.000 item makanan akan mengalami kenaikan harga. Hal it diakibatkan dari kenaikan biaya bahan dan depresiasi mata uang Jepang yang sangat cepat.


Dalam survei yang dilakukan Teikoku Databank Ltd ada 105 produsen makanan utama telah menaikkan harga pada 6.285 produk mereka Juni. Selanjutnya kenaikan harga juga terjadi pada bulan Juli 2022 dan sebanyak 4.504 produk. Kenaikan harga rata-rata 13 persen tahun dan ini akan terus berlanjut.

Pandemi dan invasi Rusia atas Ukraina juga menjadi penyebab tingginya harga makanan tersebut. invasi Rusia menyebabkan naiknya harga bahan seperti gandum hingga minyak mentah. Harga rata-rata di mana kementerian pertanian Jepang menjual gandum impor ke perusahaan penggilingan negara itu telah meningkat sebesar 17,3 persen sejak April. Harga jual dihitung berdasarkan harga rata-rata gandum yang diimpor pemerintah dalam enam bulan terakhir.

Depresiasi mata uang yen juga menyebabkan tantangan lebih lanjut bagi perusahaan Jepang. Hal ini dikarenakan peningkatan harga barang impor dan menyebabkan biaya produksi menjadi lebih tinggi. Sejumlah perusahaan telah mencoba untuk meminimalkan dampak pada konsumen melalui “kenaikan harga sembunyi-sembunyi” tetapi melonjak biaya bahan telah “bergerak melampaui” apa yang dapat mereka serap.

Survei Teikoku Databank juga menyebutkan harga minuman beralkohol dan minuman lainnya akan mengalami kenaikan harga terbesar rata-rata 15 persen. Hal ini disebabkan kenaikan biaya gandum dan kemasan botol plastik. Survei menyebutkan lebih dari 80 persen produk akan mengalami kenaikan harga pada bulan Juli atau setelahnya. Dalam survei tersebut harga makanan olahan, yang menyumbang 40 persen dari produk juga akan naik rata-rata 14 persen. Sedangkan manisan akan naik rata-rata 12 persen, bumbu 11 persen dan roti 9 persen.

Melonjaknya harga telah memicu kekhawatiran stagflasi, situasi di mana ekonomi mengalami inflasi selama resesi, dengan pemulihan pasca-pandemi kemungkinan akan terhambat karena penurunan pengeluaran dalam rumah tangga yang kesulitan. ( sumber laman japantoday.com )***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *