Berita Jepang dan Indonesia Terkini
Berita  

Penasihat COVID Jepang : Perlu Membahas Memperpendek Masa Isolasi

HALO JAPIN. Seorang penasehat top tentang pandemi coronavirus Jepang, Dr. Shigeru Omi mengatakan saat ini perlu Jepang perlu mempertimbangkan untuk memperpendek masa karantina atau isolasi . Ia menyarankan waktu isolasi tujuh hari untuk orang biasa dan lima hari untuk pekerja sektor penting. Saran ini disarkan bahwa varian virus Omicron memiliki masa inkubasi yang lebih pendek.


“Saya pikir sudah waktunya untuk memulai diskusi agar lebih fleksibel,” kata Omi dalam sebuah program televisi NHK. Diketahui lebih dari sebulan, Jepang telah berjuang untuk mengatasi gelombang infeksi COVID-19 lainnya yang didorong oleh penyebaran cepat Omicron.

Pemerintah Jepang sendiri telah mengambil keputusan untuk melonggarkan pembatasan selangkah demi selangkah. Hal ini didasari bukti ilmiah tentang varian dan keinginannya untuk mencapai keseimbangan antara membatasi infeksi dan mempertahankan fungsi di masyarakat.

Sementara itu Perdana Menteri Fumio Kishida mengatakan pada hari Kamis bahwa Jepang akan melonggarkan kontrol perbatasan COVID-19 pada bulan Maret dengan menaikkan batas harian pada pendatang dan mengurangi periode karantina menjadi tiga hari dari tujuh hari untuk warga negara Jepang dan asing.

Larangan masuk Jepang terhadap orang asing bukan penduduk, efektif mulai akhir November, telah memicu rentetan kritik dari para pemimpin bisnis dan mahasiswa karena terlalu keras dan tidak berdasarkan ilmiah.

Pendatang baru boleh masuk ke Jepang menjadi 5.000 per hari, setelah sebelumnya 3.500 perhari. Pengumuman Kishida datang pada akhir Januari untuk lebih dulu mengambil langkag dengan mempersingkat masa karantina.

Sebelumnya pada pertengahan Januari, pemerintah mengurangi periode dari 14 hari menjadi 10 hari, namun kalangan dunia usaha antara lain menyerukan agar dipangkas lagi dengan mempertimbangkan karakteristik Omicron.

Pemerintah Jepang baru-baru ini juga memperpanjang tindakan darurat semu hingga 6 Maret di 17 prefektur, termasuk Osaka, Kyoto dan Fukuoka, karena jumlah infeksi tetap pada tingkat tinggi dan tempat tidur rumah sakit semakin dipenuhi pasien di banyak daerah.


Perpanjangan itu berarti bahwa 31 dari 47 prefektur Jepang akan tetap berada di bawah langkah darurat, termasuk mengizinkan gubernur untuk meminta restoran dan bar tutup lebih awal dan berhenti menyajikan alkohol.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *